JellyPages.com

Jumat, 20 Juli 2012

CERPEN : Kata Terakhir


            “Beb, minggu depan aku berangkat ke Kalimantan.” Ucap Via dengan lirih. “Hahaha apaan sih kamu.. Bercandanya gak lucu deh..” Randy mengusap lembut rambut Via. “Aku serius. Aku gak lagi bercanda.” Jawab Via berusaha meyakinkan Randy. “Apasih kamu.. Ngajak bercanda ya? Gak lucu tau.” Sekali lagi Randy mengusap lembut rambut Via. “Udah ah.. Jangan bercanda lagi. Malming kita jalan yuk?” Usul Randy. “Hmm.. Boleh. Mau kemana?” Tanya Via. “Kamu maunya kemana?” Tanya Randy dengan senyum merekah di bibirnya. “Kita jalan- jalan aja dari sore. Kita main di taman, terus malemnya kita main deh ke pasar malem. Seru kan? Daripada jalan ke mall..” Usul Via dengan penuh semangat. “Ah.. Boleh juga tuh..” Randy menerima usul Via. “Hari sabtu aku jemput ya jam 4 sore.” Kata Randy memberitahu.
***
            Malam minggu yang di tunggu- tunggu pun datang juga. “Pip!” Klakson motor Randy telah berbunyi, Via pun segera keluar rumah. “Udah siap?” Tanya Randy sambil tersenyum. “Udah dong!” Jawab Via bersemangat. Via segera naik ke motor Randy. “Tujuan kita kemana, beb?” Tanya Randy bersemangat. “Taman!” Via menjawab dengan lebih bersemangat. Randy langsung saja tancap gas membuat Via kaget dan sontak saja memeluk Randy.
            Sesampainya di taman, mereka langsung parkir motor dan larut dalam keramaian taman. “Randy, kita naik sepeda yuk!” Via langsung menarik tangan Randy menuju rempat penyewaan sepeda. Mereka pun menyewa 1 sepeda gandeng. Merekapun berkeliling taman naik sepeda diselingi canda dan tawa. 1 jam pun berlalu mereka harus mengembalikan sepeda yang mereka sewa.
            “Huh!” Keluh Via capek. “Seru ya naik sepeda. Ngurusin badan. Kamu kan buncit! Hahaha” Kata Via menggoda Randy sambil menggelitik perut Randy yang sedikit buncit. “Eh.. enak aja.. Buncit tuh sexy tau..” Sahut Randy membela diri. “Sexy apanya? Iuh..” Sahut Via dengan nada jijik. “Kamseupay!” Randy menyahut dengan nada seperti di iklan- iklan membuat mereka berdua tertawa geli.
***
Hari pun mulai gelap, taman mulai sepi. Mareka pun mullai beranjak untuk ke tujuan selanjutnya, yaitu pasar malam. Sesampainya di pasar malam mereka pun larut dalam suasana pasar malam yang ramai pengunjung.
“Via, ada rumah hantu. Masuk yuk!” Ajak Randy langsung menarik tangan Via. “Randy.. Randy.. Aku gak mau Ran..” Via memberontak. “Ga apa- apa. Kan ada aku. Oke?” Randy menyunggingkan senyum termanisnya, tapi tetap saja Via gak mau. “Randy, aku takut.. Gak mau Ran..” Via terus memberontak. Tetapi, telat sekali. Randy sudah membeli 2 tiket rumah hantu. Terpaksa Via pun ikut masuk. Di dalam, Via hanya menutup mata dan berlindung di belakang Randy dan tentunya tak henti- hentinya Via berteriak ketakutan membuat Randy tertawa geli.
“Hahahaha! Setan lucu- lucu Vi. Gak ada serem- seremnya.” Randy malah tertawa terbahak- bahak, sedangkan Via diam saja dengan keringat bercucuran. “Via.. Takut ya?” Goda Randy. “Kamu ih! Betein banget sih!” Via malah marah dan berjalan meninggalkan Randy. Randy mengejar Via dan memegang lengan Via untuk menahan Via pergi. “Aku Cuma bercanda kok, jelek. Maaf ya.. Jangan marah ya?” Randy berusaha menenangkan Via. Perlahan- lahan Randy pun mengajak Via kembali masuk ke pasar malam. “Awas ya kalo bercanda kaya gitu lagi...” Ancam Via.. “Iya Cantik..” Jawab Randy sambil mengelap keringat di kening Via. Via pun tak kuasa untuk menahan senyum yang merekah indah di bibirnya.
“Aku mau gulali.” Kata Via manja. Randy pun menggandeng Via menuju tempat membeli gulali dan mengantri untuk mendapatkan gulali yang Via mau. “Bang. Gulali yang paling gede 1 ya.” Randy pun memesankan untuk Via sambil membayar gulali tersebut. “Nih..” Randy memberikan gulali yang Via mau. “Vi, main itu yuk?” Randy menunjuk 1 permainan melemparkan bola ping pong ke piramid dari gelas kaleng. Bila berhasil jatuh semua, bisa mendapatkan boneka. “Ayo.. Ayo..” Sahut Via bersemangat.
Randy dan Via masing- masing memiliki kesempatan 2x melempar. Randy dan Via bersama- sama melempar. “Yes! Jatoh semua!” Randy bersorak girang. “Ah aku gak semuanya jatoh.” Gumam Via dengan nada kecewa. Akhirnya Randy mendapat boneka teddy bear yang lumayan besar dan Via mendapat gantungan kunci teddy bear. “Ah aku dapetnya kecil..” Desis Via masih kesal. “Udah gak usah cemberut gitu. Nih buat kamu..” Randy memberikan boneka teddy bear yang ia dapat kepada Via. “Kalo gitu ini buat kamu.” Via pun memberikan gantungan kunci teddy bear yang ia dapat kepada Randy.
“Randy, kita naik Bianglala mini yuk?” Via menarik tangan Randy menuju bianglala mini. Merekapun membeli 2 tiket dan naik ke bianglala. Mereka duduk berhadap- hadapan. “Seneng gak kamu?” Tanya Randy. “Seneng banget, Ran.. Apa lagi dapet boneka teddy.” Jawab Via sambil memeluk boneka teddy bear yang diberikan Randy kepadanya. Bianglala mini pun berputar membawa mereka semakin tinggi.
“Ran, ada yang mau aku omongin.” Tiba- tiba Via mengajak Randy berbicara serius. “Apa?” Randy pun menatap Via pekat. “Tentang aku mau pindah ke Kalimantan, itu aku gak bercanda Ran. Aku serius..” Mata Via mulai berkaca- kaca. “Masa? Bohong kali kamu..” Randy masih saja tidak percaya. “Aku serius Ran. Aku ngelanjutin sekolah di sana. Mama, papa, kakak dan adik aku semuanya pindah ke sana Ran. Jadi, aku juga harus ikut mereka.” Via menjelaskan panjang lebar, tanpa sadar air mata Via mulai membasahi pipinya. Randy pun medadak diam. “Kapan kamu pergi?” Randy mulai percaya omongan Via. “Hari Senin.” Jawab Via. “Kenapa kamu baru bilang sekarang?” Randy bertanya tak percaya akan kepergian Via. “Aku udah berusaha ngomong sama kamu, tapi kamu gak pernah percaya sama aku.” Via menjelaskan. Randy hanya terdiam mengingat- ingat memang dia tak pernah percaya kata- kata Via.
“Randy..” Via meraih kedua tangan Randy. “Sekarang, aku mau bilang makasih buat semua yang udah kita laluin sama- sama selama hampir 6 bulan ini. Makasih buat semua perhatian kamu ke aku dan buat semua kebaikan kamu. Semua itu gak akan aku lupain.” Air mata Via semakin tak terbendung lagi. Randy hanya membisu dan menarik Via dalam pelukan Randy. “Aku sayang kamu..” Randy berbisik lembut ditelinga Via.

(Special for Verita)

CERPEN : Orang Aneh

            “Kringgggggggggggg!!!!!!” Bel pulang sekolah bergema di seluruh sudut sekolah. Murid- murid berhamburan keluar kelas dan seketika ruang kelas serta sekolah menjadi sepi. Aku pun segera mengikuti pergerakan langkah cepat murid- murid yang lain. Melewati halaman sekolah menuju parkiran motor. Ya, seperti biasa aku mengendarai motor ke sekolah. Aku pun duduk di atas motorku dan mengenakan masker serta helm, juga tak ketinggalan sarung tangan. Aku membuka tas ku untuk mengambiil kunci motorku. Aku merogoh- rogoh tas ku hingga bagian terdalam. “Loh kok gak ada ya kunci motor gw?” Tanyaku pada diri sendiri. “Ah jangan- jangan ketinggalan di kolong meja..” Aku segera melepas helm dan masker ku dan berlari menuju kelas ku lagi. “Nah kan bener ketinggalan di kolong meja.” Gumamku dalam hati saat mendapati kunci motorku benar ada di kolong meja ku.
            Aku pun keluar dari kelas dan mulai menyusuri halaman sekolah. Sambil melewati lapangan basket yang ada di depan sekolah, aku melihat beberapa anak sedang main basket. Tak lama memperhatikaan mereka, aku pun melanjutkan perjalanan ku menuju parkiran. Baru aku hendak pergi seorang cowok jalan agak terpincang- pincang. Ya siapa lagi kalo bukan Martin. Aku tidak mempedulikannya dan langsung pergi. “Eh lo..” Kata Martin memanggil. Gatau manggil siapa. “Shilla..” Martin memanggil sekali lagi. Aku menoleh.. “Tolongin gw..” Martin meminta dengan sedikit rintihan kesakitan. Aku menghampirinya. “Tolongin apa?” Tanyaku sambil melihat lututnya yang berdarah. “Ya lo ga liat kaki gw berdarah gini?” Jawabnya kektus. “Ih mau ditongin malah nyolot..” Gumamku dalam hati. “Tolong ambilin betadine sama kapas atau tissue di UKS.” Jawabnya sedikit pelan. “Hmm..” Aku berjalan menuju UKS dan mengambilkan betadine serta kapas, lalu kembali menemui Martin yang sedang duduk di pinggir lapangan basket.
            “Nih..” Kataku menyodorkan Betadine dan kapas, lalu aku kembali melanjutkan perjalananku yang semula. Yaitu ke parkiran. “Shilla..” Panggilnya lagi. “Hmm?” Aku hanya menoleh. “Obatin sekalian..” Kata Martin memohon. “Astaga.. ini orang nyusahin kuadrat ya..” Gumamku ddalam hati. “Untung aja dia kakak kelas. Kalo gak....” Aku menghampirinya sekeli lagi. “Yaudah jangan duduk disini. Panas tau..” Kataku setengah kektus. Martin pun berusaha jalan mengikutiku yang jalan duluan menuju bangku di bawah pohon yang lumayan jauh dari lapangan basket. “Hahaha sekalian ngerjain Martin deh. Pembalasan waktu itu dia jatohin kertas ulangan.” Gumamku dalam hati sambil tersenyum jahat.
            Aku duduk terlebih dahulu dan melepaskan sarung tanganku. ”Aw!” Marti mengeluh sakit saat kakinya di luruskan. “Gw bersihin dulu ya luka nya..” Kataku sambil mengeluarkan botol air minum dari tas ku dan menuangkan sisa air yang ada ke kapas. Aku mulai mengelap luka di lutut Martin dan membersihkan darah yang mulai mengering. “Sssshhh..” Martin bergumam menandakan sakit. Lalu aku meneteskan betadine ke lukanya.. “Ssshhhhh..” Desis Martin kesakitan tapi tak protes. “Ada lagi gak yang luka?” Tanyaku sambil melangkah membuang kapas- kapas yang tadi terpakai. Martin mengulurkan tangannya. “Loh tangan lu juga luka? Yah.. Kapas nya udah abis..” Kataku sambil melihat tangan martin yang lecet- lecet dengan beberapa bagian yang berdarah. “Hmm..” Aku mengeluarkan sapu tanganku dan membasahinya dengan air lalu mengelap tangan Martin, lalu meneteskan betadine. “Nah, selesai deh. Yaudah ya gw pulang duluan.” Martin tak menjawab. “Ini orang udah di tolongin, tapi gak bilang makasih.. Idih.. dasar orang aneh!” Gumamku dalam hati sambil meninggalkan Martin.

Selasa, 03 Juli 2012

CERPEN : Perkenalan yang Aneh


Perkenalan yang Aneh

          “Aduh..” Seorang cowok bertubuh tinggi dan berbahu lebar menabrakku. “Sorry.” Dia  langsung pergi gitu aja. Gak liat apa kertas ulangan setumpuk yang ku bawa jadi jatuh berserakan. Aku pun segera membereskannya sendiri. “Siapa sih itu orang seenaknya aja pergi.” Gumamku dalam hati, lalu aku meneruskan berjalan ke kelasku. “Eh Paketu. Nih hasil ulangan Biologi. Bagiin yaa..” Kataku menghampiri ketua kelas yang biasa di panggil paketu. “Sip deh. Thanks ya.” Aku pun menuju tempat dudukku. “Yes! Nilai ulangan Biologi gw 90!” Rena teman sebangku ku memekik girang setelah mendapat hasil ulangan Biologi. Seketika itu juga kelas jadi riuh membicarakan hasil ulangan. “Loh tapi kok ulangan gw belom dibagiin?” Gumamku dalam hati.
          “Paketu, ulangan gw mana?” Teriakku ke Paketu yang tempat duduknya lumayan jauh dari tempat dudukku. “Hah?” Paketu menyahut bingung. Aduh Paketu kan agak bolot. Aku segera menghampiri Paketu. “Ulangan gw mana?” Tanyaku panik. “Emang lu belum dapet? Udah gw bagiin semua.” Paketu menjawab dengan muka bolot. “Ah ini pasti masih di tempat tadi kertas ulangan berserakan deh.” Gumamku dalam hati. Aku pun segera menuju koridor di depan kelas 12.S.1. “Kok gak ada sih ulangan gw..” Aku menundukkan kepala, duduk berlutut untuk melihat di lantai lebih jelas. “Aduh kenapa bisa gak ada deh..” Aku melihat sekeliling. Menyusuri jalan yang aku lewati tadi tapi tetap tidak ada. Akhirnya aku kembali ke tempat kertas ulangan itu jatuh berserakan dan dudu berlutut sekali lagi seperti saat aku membereskan kertas ulangan yang berserakan tadi.
          Tiba- tiba kertas ulanganku muncul di depan wajahku. Aku segera meraihnya dan bangkit berdiri. Orang yang memberikan kertas ulanganku langsung pergi begitu aja. Itu kan orang yang tadi nabrak aku. Astaga ternyata dia yang nemuin kertas ulanganku. “Terus? Dia langsung pergi gitu? Gak bilang apa- apa? Idih..” Gerutu ku dalam hati. Tapi yasudahlah yang penting kertas ulanganku sudah ketemu.
***
          Keesokan harinya aku berangkat sekolah kepagian. Sekolah masih sepi, kelas juga masih sepi. “Yah kepagian deh nih.” Gumamku dalam hati. Aku pun memutuskan untuk ke kantin untuk membeli roti. “Bu, roti isi ayam nya 1 ya.” Kataku pada ibu kantin sambil menyodorkan uang Rp 5000,- Aku pun mendapat roti yang ku inginkan. Aku duduk du bangku kantin sambil memasang earphone di kupingku dan mendengar lagu. Aku melihat sekeliling ku. Kantin juga masih sepi. Cuma ada beberapa anak yang sarapan dan ada sekumpulan anak yang ngobrol- ngobrol biasa. Aku pun melanjutkan mendengar lagu sambil menyantap roti yang ku beli. “Na na na na..” Sesekali aku mengikuti alunan lagu yang kudengarkan sambil menutup mata. Saat aku membuka mata, “Uhuk! Uhuk!” Aku tersedak karena kaget tiba- tiba ada cowok yang duduk dedepanku. “Ini pasti cowok yang kemarin nabrak gw dan nemuin kertas ulangan Biologi gw.” Gumamku dalam hati. “Ini kan kakak kelas gw. Kalo gak salah dia kelas 12 gitu. Dia juga kan anggota tim basket. Sekarang ngapain dia duduk di depan gw?” Aku mengamat- amatinya dan menerka- nerka apa yang akan dia lakukan di depanku.
          Sementara lagu yang sedang ku dengarkan adalah lagu RAN- Pandangan Pertama. Jadi kayak soundtrack nya gitu ya. “Terus sekarang dia malah makan lontong sayur di depan gw. Maksudnya apa coba?” Gumamku dalaam hati memperhatikan tingkahnya yang aneh. Dia gak ngomong sepatah katapun. Aneh banget ini orang. Kayaknya dia udah selesai makan tuh. “What!! Dia laangsung pergi gitu aja. Apa maksudnya coba.” Gumamku dalam hati. “Bener- bener aneh itu orang.” Kataku dengan bersuara dan menaarik perhatian beberapa anak yang ada di kantin.
          Aku pun mulai beranjak dari tempat dudukku menuju kelas. Tiba- tiba lagi di depan pintu keluar dari kantin di menjegatku. Dia melepas salah satu earphone yang terpasang dikupingku. “Sorry soal kemaren. Nama gw Martin.” Dia mengulurkan tangannya dan mengajakku berjabat tangan. Aku masih terdiam mematung bingung. “Ah.. Iya- iya gak apa- apa kok. Nama gw Shilla” Aku pun membalas jabat tangannya. Dia langsung pergi duluan. Aku masih berdiri mematung. “Perkenalan yang aneh..” Gumamku dalam hati.

CERPEN : Susahnya Move On

Susahnya Move On
    
     “Hai Cia.. Aku anter kamu pulang ya..” Kata kak Bobby saat tak sengaja bertemu denganku di halaman sekolah. “Yes.. kak Bobby mau nganter gw pulang.” Gumamku dalam hati. Jelas aja aku seneng dong. Secara gitu kak Bobby gebetan ku. Aku pun segera naik ke motor kak Bobby. Kami pun mulai melaju melewati halaman sekolah dan akhirnya melawati gerbang keluar sekolah.
          Aku merasa sangat nyaman dengan kak Bobby. Dia adalah kakak kelasku dan dia benar- benar dewasa. Hmmm... Aku masih kelas 1 SMA dan kak Bobby kelas 3 SMA. “Cia...” Tiba- tiba terdengar suara seseorang memanggilku. Aku mengenali suara itu. Aku pun segera menoleh. “Oh my God!!” Seruku dalam hati. “Itu kan Jordan, mantan gw. Ngapain sih dia panggil- panggil gw pas dia lagi sama cewe barunya.” Aku hanya melontarkan senyum kecut, lalu kak Bobby kembali melaju lebih cepat.
          “Cia, temenin aku yuk. Aku mau beli cangkir nih..” Kata kak Bobby padaku. “oh yaudah. Buat apa kak cangkir?” tanyaku lagi. “temen ku ultah, dia sukanya koleksi cangkir gitu.” Jawab kak Bobby. “Oh gitu yaudah kak.” Jawab ku menyetujui.
          Kami pun pergi ke toko yang memang khusus menjual cangkir- cangkir unik. Kami mulai menelusuri dan memilih cangkir yang paling unik menurut kami. “Cia, gimana yang ini?” Kak Bobby menunjukan cangkir berwarna pink dengan gambar anjing kecil dan ganggang cangkir berbentuk love. “Lucu juga kak. Ah gimana kalo yang ini?” Aku pun memberikan saran lain. Cangkir yang ku pilih bentuknya bulat lebar, perpaduan warna pink dan biru dan ada gambar kucing gemuk yang sedang berpelukan dengan anjing yang gemuk juga. “Wah ini lucu banget. Pilihan kamu tepat banget.” Kak Bobby pun memilih cangkir yang ku pilih.
Sementara kak Bobby membayar cangkir tersebut,  aku mengechek Hp ku. Siapa tau ada SMS. Tadaaa... Pucuk di cinta ulam pun tiba. 1 SMS. Tapi nomernya gak aku kenal, bunyi SMSnya “Cia, ini gw temennya Bobby. Gw cuma mau ngasih tau lu aja. Bobby udah punya cewe. Cewenya itu kelas 2 SMA. Lu mending ati- ati aja sama Bobby.” Aneh banget itu orang SMS kaya itu. Tapi bener gak ya kak Bobby kaya gitu. Mana mungkin sih kak Bobby kaya gitu.
          “Cia, udah nih. Yuk pulang..” Kak Bobby merangkulku. Sepanjang perjalanan pulang aku masih terpikir dengan SMS orang itu. “Sampaiiiiiii...” Kata kak Bobby memberitahu. Aku pun turun dari motor kak Bobby. “Kak, aku mau nanya deh.” Kataku serius. “Nanya apa?” Kak Bobby menatapku pekaat. “Emang kakak udah punya cewe?” Tanyaku to the point. “Hah! Ya nggak lah.. Masa iya aku udah punya cewe terus masih nekat deketin kamu.” Kak Bobby pun langsung menjawab pertanyaanku. “Oh, yaudah. Daaah kakak.” Aku langsung masuk ke dalam rumah.
          Aku jadi agak percaya dengan SMS itu orang. Hmmm, “Cinta..” Kak Bobby SMS ku. “Apa?” Jawabku singkat. “duileh.. singkat amat balesnya.” Kak Bobby membalas lagi. “kenapa SMS?” tanyaku kektus. “Kangen.” Kak Bobby membalas lagi. “Kangen? Kangen sama cewe kamu kali.” Aku mulai bete. “Apaansih kamu. Kan udah aku bilang, aku ga punya cewe.” Kak Bobby mulai memberikan penjelasan padaku. “oh gitu yaaaaa? Iya aja deh.” Aku benar- benar bete dan gak mood sama sekali untuk debat. “Lagian kamu dapet kabar darimana sih itu? Jangan percaya lah.” Kak Bobby mungkin mulai geram. “Hmmm, ya ya ya.” Aku males nanggepin SMS kak Bobby. “Yaudah kalo kamu gak mau percaya. Terserah kamu.” Kak Bobby pasrah kali ya. Yaudah kalo terserah aku.
          “Cia..” Tiba- tiba muncul 1 SMS lagi. Wah, dari Jordan loh. “Ya?” Aku membalas singkat. “Lagi apa kamu?” Tanya Jordan. What? Pake aku kamu? Dia gak sadar apa, kita udah putus woy.. “Lagi bete.. kamu?” balasku, parahnya aku uga masih mau pake aku kamu sama Jordan. Aduh... Well, jadinya aku gak SMSan sama kak Bobby tapi malah SMSan sama Jordan sampe tengah malem.
***
          Seminggu udah lewat nih. Aku udah gak pernah ketemu kak Bobby. Karena, dia udah lulus dan sekarang lagi libur kenaikan kelas. Hmmm, udah seminggu juga aku gak SMSan sama kak Bobby. Ah bodo amat lah ya. Paling juga kak Bobby lagi sama cewenya. Gak peduli deh kak Bobby mau ngapain. BODO AMAT! Sekarang juga aku udah ada temen SMSan, tentunya Jordan. Kabar menggembirakan yang lainnya adalah, Jordan udah putus sama cewenya iu. Wah! Kalo aku seneng sih kedengerannya jahat, tapi emang nyatanya aku seneng gimana? HAHAHAHA
***
          Sekarang aku bener- bener terkapar di rumah. Kemarin aku jatuh dari motor dan sekujur tubuhku luka- luka. Gara- gara gak lihat lubang jadi nyusruk gini deh. Kaki, tangan, lutut, aduh semuanya luka- luka. Menderitanya..... Libuan malah sakit gini. Gak bisa kemana- mana... Tapi, untung ada Hp, tetep bisa SMSan deh. Tiba- tiba ponsel ku berbunyi tanda ada panggilan masuk. Wow.. Ternyata kak Bobby telpon. “Halo..” Kataku dengan suara agak serak. “Cia, kamu kecelakaan? Keceelakaan apa? Dimana? Kok Bisa?” Serasa di serang pertanyaan beruntun dari kak Bobby. “Satu- satu kak nanyanya. Hehe. Iya kak, aku kecelakaan motor. Di deket sekolah kak, ada lubang gitu. Aku gak lihat. Jd nyusuk terus guling- guling gitu di jalanan. Kakak tau darimana aku kecelakaan?” Jawabku panjang lebar. “Ya ampun Cia. Terus gimana keadaan kamu sekarang?” aku tau dari temen aku.” Suara kak Bobby terdengar bergetar seperti orang yang benar- benar khawatir. “Udah mendingan sih. Tapi, masih sakit banget luka- lukanya kak. Tangan kanan aku juga susah digerakin.” Aku mendeskripsikan keadaanku. “Kamu cepet sembuh ya. Aku khawatir sama kamu Cia.” Kata- kata kak Bobby benar- benar meluluhka hatiku. Kami pun mengakhiri pembicaraan kami.
          Aku jadi teringat kejaadian waktu itu. Apa benar ya yang dikatakan kak Bobby, dia gak punya cewe. Hmmm, entahlah.. “Cia..” Siapa itu yang memanggilku.. Mamaku pun membukakan pintu dan melihat siapa yang datang. Astaga... Jordan datang menjengukku. Jordan duduk di sampingku. “Heh Tembem, kenapa bisa sih sampe jatoh kaya gini? Gak ati- ati ya kamu?” Runtutan pertanyaan dilontarkan padaku. “Yeeee Kurus! Bukannya gak ati- ati, tapi gak liat ada lubang. Gitu....” Aku segera melontarkan pembelaanku. Hmmm, perasaanku serasa meletup- letup. Jordan menjengukku.. Ini benar- benar perasaan yang tak biasa aku ungkapkan.
                                                          ***     
          Kaki ku mulai membaik dan lukua- luka di tubuhku juga mulai kering. Jadi ku rasa aku sudah bisa latihan menari lagi. “Jordan, aku mau latihan nari dulu ya.” Pamitku pada Jordan melalui SMS. “Aku anter aja. Aku jemput kamu ya..” Jordan malah mau mengantarku. Jujur, aku benar- benar tak bisa menolak. Perasaan ini terus memintaku untuk kembali dekat pada Jordan. Padahal aku sudah berjanji pada diriku sendiri untuk MOVE ON.
Tak berapa lama, Jordan pun datang. Kami menuju tempat latihan nariku. Oh my God.. Tempat laatihannya itu di atas. Harus naik tangga. Walupun keadaanku sudah membaik, tapi kaki ku masih terasa agak ngilu. Tiba- tiba Jordan membuat siku tangannya dan menarik tanganku ke celah tangannya. Layaknya sepasang kekasih yang menuju pelaminan. Ini benar- benar romantis.
Entahlah setiap kali aku berada dekat Jordan, semua yang telah ku lalui bersama kak Bobby seakan terlupakan begitu saja. Jujur, perasaan ini masih ada untuk kamu Jordan. Kamu selalu datang di saat aku mulai bisa melupakan semua kenangan kita. Kamu selalu mengagalkan usahaku untuk move on, Jordan.. Ah! SUSAHNYA MOVE ON dari kamu, Jordan.....


(Special for my best friend, Natasha Theola)