“Beb, minggu depan aku berangkat ke
Kalimantan.” Ucap Via dengan lirih. “Hahaha apaan sih kamu.. Bercandanya gak
lucu deh..” Randy mengusap lembut rambut Via. “Aku serius. Aku gak lagi
bercanda.” Jawab Via berusaha meyakinkan Randy. “Apasih kamu.. Ngajak bercanda
ya? Gak lucu tau.” Sekali lagi Randy mengusap lembut rambut Via. “Udah ah..
Jangan bercanda lagi. Malming kita jalan yuk?” Usul Randy. “Hmm.. Boleh. Mau
kemana?” Tanya Via. “Kamu maunya kemana?” Tanya Randy dengan senyum merekah di
bibirnya. “Kita jalan- jalan aja dari sore. Kita main di taman, terus malemnya
kita main deh ke pasar malem. Seru kan? Daripada jalan ke mall..” Usul Via
dengan penuh semangat. “Ah.. Boleh juga tuh..” Randy menerima usul Via. “Hari
sabtu aku jemput ya jam 4 sore.” Kata Randy memberitahu.
***
Malam minggu yang di tunggu- tunggu
pun datang juga. “Pip!” Klakson motor Randy telah berbunyi, Via pun segera
keluar rumah. “Udah siap?” Tanya Randy sambil tersenyum. “Udah dong!” Jawab Via
bersemangat. Via segera naik ke motor Randy. “Tujuan kita kemana, beb?” Tanya
Randy bersemangat. “Taman!” Via menjawab dengan lebih bersemangat. Randy
langsung saja tancap gas membuat Via kaget dan sontak saja memeluk Randy.
Sesampainya di taman, mereka
langsung parkir motor dan larut dalam keramaian taman. “Randy, kita naik sepeda
yuk!” Via langsung menarik tangan Randy menuju rempat penyewaan sepeda. Mereka
pun menyewa 1 sepeda gandeng. Merekapun berkeliling taman naik sepeda diselingi
canda dan tawa. 1 jam pun berlalu mereka harus mengembalikan sepeda yang mereka
sewa.
“Huh!” Keluh Via capek. “Seru ya
naik sepeda. Ngurusin badan. Kamu kan buncit! Hahaha” Kata Via menggoda Randy
sambil menggelitik perut Randy yang sedikit buncit. “Eh.. enak aja.. Buncit tuh
sexy tau..” Sahut Randy membela diri. “Sexy apanya? Iuh..” Sahut Via dengan
nada jijik. “Kamseupay!” Randy menyahut dengan nada seperti di iklan- iklan
membuat mereka berdua tertawa geli.
***
Hari pun mulai gelap, taman mulai sepi.
Mareka pun mullai beranjak untuk ke tujuan selanjutnya, yaitu pasar malam. Sesampainya
di pasar malam mereka pun larut dalam suasana pasar malam yang ramai
pengunjung.
“Via, ada rumah hantu. Masuk yuk!” Ajak
Randy langsung menarik tangan Via. “Randy.. Randy.. Aku gak mau Ran..” Via
memberontak. “Ga apa- apa. Kan ada aku. Oke?” Randy menyunggingkan senyum
termanisnya, tapi tetap saja Via gak mau. “Randy, aku takut.. Gak mau Ran..”
Via terus memberontak. Tetapi, telat sekali. Randy sudah membeli 2 tiket rumah
hantu. Terpaksa Via pun ikut masuk. Di dalam, Via hanya menutup mata dan
berlindung di belakang Randy dan tentunya tak henti- hentinya Via berteriak
ketakutan membuat Randy tertawa geli.
“Hahahaha! Setan lucu- lucu Vi. Gak ada
serem- seremnya.” Randy malah tertawa terbahak- bahak, sedangkan Via diam saja
dengan keringat bercucuran. “Via.. Takut ya?” Goda Randy. “Kamu ih! Betein
banget sih!” Via malah marah dan berjalan meninggalkan Randy. Randy mengejar
Via dan memegang lengan Via untuk menahan Via pergi. “Aku Cuma bercanda kok,
jelek. Maaf ya.. Jangan marah ya?” Randy berusaha menenangkan Via. Perlahan-
lahan Randy pun mengajak Via kembali masuk ke pasar malam. “Awas ya kalo
bercanda kaya gitu lagi...” Ancam Via.. “Iya Cantik..” Jawab Randy sambil
mengelap keringat di kening Via. Via pun tak kuasa untuk menahan senyum yang
merekah indah di bibirnya.
“Aku mau gulali.” Kata Via manja. Randy pun
menggandeng Via menuju tempat membeli gulali dan mengantri untuk mendapatkan
gulali yang Via mau. “Bang. Gulali yang paling gede 1 ya.” Randy pun memesankan
untuk Via sambil membayar gulali tersebut. “Nih..” Randy memberikan gulali yang
Via mau. “Vi, main itu yuk?” Randy menunjuk 1 permainan melemparkan bola ping
pong ke piramid dari gelas kaleng. Bila berhasil jatuh semua, bisa mendapatkan
boneka. “Ayo.. Ayo..” Sahut Via bersemangat.
Randy dan Via masing- masing memiliki
kesempatan 2x melempar. Randy dan Via bersama- sama melempar. “Yes! Jatoh
semua!” Randy bersorak girang. “Ah aku gak semuanya jatoh.” Gumam Via dengan
nada kecewa. Akhirnya Randy mendapat boneka teddy bear yang lumayan besar dan
Via mendapat gantungan kunci teddy bear. “Ah aku dapetnya kecil..” Desis Via
masih kesal. “Udah gak usah cemberut gitu. Nih buat kamu..” Randy memberikan
boneka teddy bear yang ia dapat kepada Via. “Kalo gitu ini buat kamu.” Via pun
memberikan gantungan kunci teddy bear yang ia dapat kepada Randy.
“Randy, kita naik Bianglala mini yuk?” Via
menarik tangan Randy menuju bianglala mini. Merekapun membeli 2 tiket dan naik
ke bianglala. Mereka duduk berhadap- hadapan. “Seneng gak kamu?” Tanya Randy.
“Seneng banget, Ran.. Apa lagi dapet boneka teddy.” Jawab Via sambil memeluk
boneka teddy bear yang diberikan Randy kepadanya. Bianglala mini pun berputar
membawa mereka semakin tinggi.
“Ran, ada yang mau aku omongin.” Tiba- tiba
Via mengajak Randy berbicara serius. “Apa?” Randy pun menatap Via pekat.
“Tentang aku mau pindah ke Kalimantan, itu aku gak bercanda Ran. Aku serius..”
Mata Via mulai berkaca- kaca. “Masa? Bohong kali kamu..” Randy masih saja tidak
percaya. “Aku serius Ran. Aku ngelanjutin sekolah di sana. Mama, papa, kakak dan
adik aku semuanya pindah ke sana Ran. Jadi, aku juga harus ikut mereka.” Via
menjelaskan panjang lebar, tanpa sadar air mata Via mulai membasahi pipinya.
Randy pun medadak diam. “Kapan kamu pergi?” Randy mulai percaya omongan Via.
“Hari Senin.” Jawab Via. “Kenapa kamu baru bilang sekarang?” Randy bertanya tak
percaya akan kepergian Via. “Aku udah berusaha ngomong sama kamu, tapi kamu gak
pernah percaya sama aku.” Via menjelaskan. Randy hanya terdiam mengingat- ingat
memang dia tak pernah percaya kata- kata Via.
“Randy..” Via meraih kedua tangan Randy.
“Sekarang, aku mau bilang makasih buat semua yang udah kita laluin sama- sama
selama hampir 6 bulan ini. Makasih buat semua perhatian kamu ke aku dan buat
semua kebaikan kamu. Semua itu gak akan aku lupain.” Air mata Via semakin tak
terbendung lagi. Randy hanya membisu dan menarik Via dalam pelukan Randy. “Aku
sayang kamu..” Randy berbisik lembut ditelinga Via.
(Special for Verita)